Kamis, 19 Maret 2009
SPIRITUALITAS ZAKAT
Ibadah puasa di bulan Ramadhan akan kehilangan makna substansialnya jika di penghunjung akhir puasa tidak disempurnakan dengan pembayaran zakat fitrah. Nilai ibadah puasa yang telah dikerjakan selama sebulan penuh dengan menahan diri dari rasa lapar, dahaga dan segala godaan hawa nafsu tersebut menjadi muspro (sia-sia) hanya karena disebabkan tidak membayar zakat. Hal ini menempatkan posisi zakat yang cukup strategis dan signifikan di mata umat Islam.
Posisi strategis zakat terletak pada kemungkinnya untuk diberdayakan sebagai salah satu ikon dalam rangka mengangkat kondisi masyarakat atau umat Islam yang kekurangan. Sedangkan signifikansi zakat lebih didasarkan pada common platform umat Islam yang memandang dan meyakini zakat sebagai salah satu blue print pilar dari lima rukun Islam.
Hakekatnya makna zakat sendiri adalah pembersihan dan pensucian baik terhadap diri, jiwa dan harta dari kotoran yang melekat. Hal yang menarik untuk dipertanyakan adalah mengapa Islam mewajibkan pembayaran zakat? Tidakkah zakat itu akan membebani umat Islam? Dan kenapa mesti zakat? Beberapa persoalan ini memerlukan jawaban yang cukup radikal karena menyangkut berbagai aspek fundamental zakat. Mulai dari aspek teologis, teknis implementatif, sosial, hingga aspek eskatologis. Dari sinilah arah dan tujuan zakat itu menjadi jelas.
Tujuan Dari Berbagai Aspek
Beberapa aspek mendasar yang menjadi spirit umat Islam dalam menunaikan pembayaran zakat dapat dipilihkan antara lain: Pertama, dilihat dari aspek teologisnya zakat merupakan perintah Allah yang wajib dikerjakan oleh umat Islam sebagaimana rukun-rukun Islam lainnya. Bila mengacu pada hakikat makna zakat sendiri yang dimaksudkan sebagai upaya membersihkan (tuthahiru) dan mensucikan (tuzakkiy) jiwa, diri dan harta benda, maka zakat mempunyai makna yang strategis karena zakat bukan hanya semata-mata sebagai institusi ritual individual melainkan lebih melibatkan hubungan antar manusia melalui pemberian sebagian harta kepada orang yang membutuhkan.
Artinya sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap Allah yang terangkum dalam lima rukun Islam, zakat bukan hanya sekadar terbatas pada pengakuan persaksian (syahadah) atau hanya sekadar bentuk rutinitas ritual an sich yang tercermin dalam ibadah shalat, atau bahkan hanya sekadar komitmen dalam melaksanakan ibadah tersebut seperti puasa yang sedang kita tunaikan saat ini, namun lebih dari itu harus diwujudkan dan diimplementasikan dalam bentuk yang kongkrit terhadap kondisi umat saat ini, khususnya umat yang sangat membutuhkan uluran tangan saudaranya yang dianggap mempunyai kemampuan dan kesempatan yang lebih baik. Pendeknya makna teologis zakat adalah hubungan horizontal antarmanusia yang mempunyai makna ke-Tuhan-an di mana hubungan tersebut diwujukan melalui pemberian santunan zakat kepada orang yang sangat kekurangan.
Kedua, dari aspek teknis implementatifnya (cara melaksanakannya) zakat telah mempunyai aturan main jelas yang telah ditetapkan oleh Al Quran. Di mana aturan secara global mengenai zakat menunjuk pada sang pemberi dan penerima zakat. Pemberi zakat adalah orang-orang yang dianggap mampu membayar atau mengeluarkan zakat sesuai dengan ketentuan QS at-Taubah ayat 103. Sedangkan penerima zakat adalah mereka yang dianggap berhak untuk menerima zakat yang diberikan oleh pemberi zakat yaitu delapan asnab (golongan) sebagaimana diatur secara rinci dalam QS at-Taubah ayat 60. Dan teknis implementatif ini dilakukan dengan cara pendistribusian atau penyaluran, yang sebaikanya dilakukan secara langsung oleh pemberi kepada yang berhak menerimanya dengan tetap mengindahkan sifat tenggang rasa, simpati, penuh perhatian dan rasa tanggungjawab, serta tetap dalam koridor kemanusiaan dan ukhuwah.
Ketiga, sedangkan dari tinjauan aspek sosialnya zakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan zakat sendiri, yaitu sebagai "ibadah sosial" yang bermakna ke-Tuhan-an, dimana zakat lebih menekankan pada aspek-aspek hubungan antarmanusia atau orang per orang dalam masyarakat. Inilah aspek sosial zakat yang mempunyai fungsi antara lain;
Menumbuhkan rasa kepedulian antar sesama umat Islam pada umumnya dan secara khusus pada si kaya dan si miskin yaitu pihak pemberi dengan penerimanya. Kepedulian ini pada akhirnya akan menumbuhkan sikap relationshif atau saling berhubungan baik dan harmonis.
Mendistribusikan dan menyalurkan secara merata terhadap harta si kaya kepada orang-orang miskin, dimana selama ini di perputaran kekayaan dan harta kekayaan hanya berkisar pada orang-orang tertentu dan peluang usaha juga dikuasai oleh segelintir orang saja, maka sudah sewajarnya dan seharusnya mereka yang berkemampuan dan berkecukupan harta untuk membantu orang yang kekurangan atau setidaknya mengurangi beban penderitaan mereka karena distribusi kekayaan yang tidak merata akan menyebabkan disharmoni dan kepincangan sosial di masyarakat.
Mempersempit jurang pemisah antara si kaya dan si miskin akibat kesenjangan sosial yang terjadi. Keberadaan si kaya yang tak terpisahkan dengan keberadaan kelompok miskin dapat ditengahi dan dikomunikasikan melalui pemberian zakat. Sedangkan zakat sendiri juga dapat dijadikan sebagai sarana dan medium untuk mendekatkan jarak serta hubungan antara mereka secara lebih wajar dan damai.
Mengikat rasa kebersamaan dan kesatuan melalui silaturrahmi antar umat. Zakat yang sebaiknya diberikan secara langsung oleh si pemberi kepada si penerima zakat secara psikologis akan menciptakan komunikasi dan hubungan antar individu-individu yang pada gilirannya menjadi simpul-simpul dan tali ukhuwah yang kuat. Karena adanya perasaan saling melindungi dan memperhatikan antara satu dengan lainnya yang menjadi modal paling baik untuk menciptakan ukhuwah Islamiyah.
Memberdayakan potensi umat. Dengan penyantunan zakat yang diberikan oleh si kaya maka secara tidak langsung telah menjadi penyantunan dan pemberi zakat sebagai orang yang potensial untuk dijadikan sebagai bapak angkat dalam upaya meningkatkan derajat kaum miskin. Dalam rangka gagasan jangka panjang pembinaan secara baik guna melembagakan zakat sebagai upaya pemberdayaan umat untuk mengangkat harkat dan martabat kaum miskin perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Pelembagaan atau institusionalisasi zakat dimaksudkan untuk menggali dan mengumpulkan sumber-sumber zakat dari umat Islam untuk selanjutnya difungsikan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat khususnay kaum dzu'afa' yang tentunya juga dapat dikoordinasikan dengan badan-badan yang mengurusi masalah hibah, waqaf, infaq dan lainnya.
Sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Melalui zakat diharapkan mampu memberikan suntikan motivasi kepada umat untuk meningkatkan potensi dan prestasinya dalam mengotimalkan ikhtiyar hidupnya. Terlebih-lebih lagi jika upaya institusionalisasi zakat terealisasi dengan baik sehingga banyak kaum miskin yang terlibatkan di dalamnya maka penciptaan-penciptaan lapangan pekerjaan dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam rangka pemberdayaan umat ini bukan tidak mustahil akan dapat mengentaskan kemiskinan.
Kelima, aspek eskatologis zakat akan dipertanggungjawabkan secara pribadi kepada Tuhannya dari hari kebangkitan nanti. Dimensi zakat bukan hanya merupakan bentuk kesalehan kepada Tuhannya semata melainkan juga wujud dari kesalahan sosial. Artinya titik tekan dari zakat adalah hubungan antara manusia yang dijiwai oleh semangat keilahian dan diwujudkan melalui rasa perduli terhadap sesama. Dan ini semua dipertanggungjawabkan kepada Allah sang pemberi perintah ketetapan ini. Karena dalam pandangan Islam antara kesalehan ibadah formal harus berjalan seimbang dan sinkron dengan kesalehan ibadah sosial. Aspek eskatologis zakat adalah wujud tanggungjawab pribadi (self responsibility) terhadap penciptaannya di hari perjanjian dan zakat bukan ajang pamer atau gagah-gagahan (riya').
Pendekatan dan tinjauan ini merupakan gagasan ideal perintah pelaksanaan zakat. Gagasan tersebut akan mempunyai makna strategisnya bagi umat Islam jika dilandasi dengan kesadaran penuh untuk melaksanakan, menyalurkan, memberdayakan dan melembagakan zakat menjadi sebuah institusi yang cukup efektif dan terpercaya bagi umat Islam guna mengangkat harkat umat Islam yang kekurangan agar dapat hidup layak dan sejajar dengan saudaranya.
Arah Dan Tujuan Zakat
Mengapa harus zakat? Sekali lagi zakat ibadah sosial yang berdimensi ke-Tuhanan. Ia mengemas satu paket hubungan antara manusia dengan manusia lainnya secara horizontal dan hubungan dengan Allah secara vertikal yang tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah pembersihan dan pensucian diri (tazkiyatun al-nafs) dan pensucian harta (tazkiyatul mal). Singkatnya zakat itu upaya pembersihan dan pensucian harta dan pribadi yang berdimensi sosial-ilahiyah. Ini dimaksudkan bahwa zakat bukanlah ritual abstrak sebagaimana ibadah shalat dan dzikir yang bersifat individual dan sangat private.
Arah dan tujuan zakat secara individual-personal berati pembersihan dan pensucian yang bermuara pada pembebasan dan pelepasan kondisi psikologis umat Islam dari kewajiban ilahiyah di satu sisi dan tuntutan moral-sosial pada sisi lainnya. Sementara secara sosial zakat menjadi bagian tak terpisahkan dari pergaulan umat sebagai akibat berlakunya hukum sosial untuk saling take and give uluran tangan satu dengan lainnya. Dalam hal ini zakat menjadi salah satu medianya. Sedangkan secara ilahiyah zakat merupakan tanggungjawab individu dalam rangka mengukur kesalehan pribadi umat Islam.
Dengan demikian tujuan zakat tidak identik dengan perintah an sich tetapi berdimensi luas dan multifungsi yang pada arah selanjutnya menciptakan pemerataan dan distribusi sumber-sumber ekonomi umat guna mengangkat derajat kaum miskin, kelompok papa, para fakir, orang-orang yang kekurangan serta orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan yang pada akhirnya bermuara pada penciptaan keadilan sehingga jelaslah arah dan tujuan zakat. Akhirnya kesempurnaan puasa harus dilengkapi dengan zakat khususnya zakat fitrah guna membersihkan dan mensucikan diri dari harta dari hak-hak orang lain. Maka sucikan diri kita di hari yang fitri ini. Selamat Hari raya Idul Fitri, Minal 'aidin wal faizin.
Sumber :
Drs Agustianto, S.Ag, dosen pada Fakultas Syariah IAIN-SU
Ibnu Mufied, S.Ag, Pemerhati Masalah Sosial Keagamaan
Rabu, 04 Desember 2002
http://www.pkpu.or.id/artikel.litex.php?id=2&no=12
Sumber Gambar :
http://farm2.static.flickr.com/1114/824650814_81a0cad5b5.jpg?v=0
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
mantap ni...kang mampir http://muhakbarilyas.blogspot.com/
BalasHapus